1. Penjelasan
singkat
zakat mal
Allah Swt telah
memerintahkan kita selaku umat muslim yang memilki harta mencapai
nisab untuk mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang
berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh
diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an.
Nishab emas sebanyak 20 mitsqal.
Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai itu.
Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai nishab
wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab
biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat
nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat
pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada
biji-bijian dan buah-buahan 10 % dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang
diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5 % pada
biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba
air.
Di antara manfaat mengeluarkan
zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan mereka serta
menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya.
Penjelasan singkat
zakat fitrah
Zakat fitrah adalah
zakat yang
wajib dikeluarkan bagi setiap muslim yang mampu menurut ijma’ ulama dan hidup
di sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal. Maksudnya orang yang
meninggal setelah masuk waktu maghrib malam lebaran (malam 1 Syawwal) wajib
baginya zakat fitrah (dikeluarkan dari harta peninggalannya). Begitu juga bayi
yang dilahirkan sesaat sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir bulan
Ramadhan dan terus hidup sampai setelah terbenamnya matahari malam 1 Syawwal.
Dan sebaliknya, orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari di akhir
bulan Ramadhan atau bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari di malam
1 Syawwal tidak diwajibkan baginya zakat fitrah.
Syarat Wajib Zakat Fitrah
1- Muslim
Sesuai dengan hadist dari Ibnu
Umra ra “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadan kepada
setiap orang muslim, laki laki atau perempuan, merdeka atau hamba sahaya
(budak), yaitu satu sha’ kurma atau gandum.” (HR Bukhari Muslim).
2- Merdeka
Zakat tidak wajib bagi hamba
sahaya (budak) kecuali zakat fitrah wajib dikeluarkan dan yang mengeluarkannya
adalah majikanya. Karena ia termasuk orang yang wajib dinafkahi
Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah
saw bersabda: ”Tidak wajib zakat bagi hamba sahaya (budak), kecuali zakat
fitrah” (HR Muslim)
3- Mampu
Orang mampu adalah orang yang
memiliki harta lebih dari kebutuhan, yaitu memiliki nafkah atau belanja
bagi dirinya dan orang yang wajib dinafkahi pada hari raya dan malam harinya.
Maka ia wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk diri dan keluarganya yang menjadi
tanggunganya. Karena kebutuhan peribadi dan keluarganya lebih penting dan harus
didahulukan
Rasulallah saw bersabda:
“Mulailah dari dirimu. Maka nafkahilah dirimu. Apabila ada kelebihan, maka
peruntukkanlah bagi keluargamu. Apabila masih ada sisa kelebihan (setelah
memberikan nafkah) terhadap keluargamu, maka peruntukkanlah bagi kerabat
dekatmu.” (HR. Bukhari Muslim).
Zakat fitrah harus berupa makanan
pokok yang dimakan penduduk setempat, dan yang dikeluarkan harus layak dimakan,
bukan yang jelek. wajib dikeluarkan bagi setiap muslim sebanyak ukuran satu
sha’ yaitu kurang lebih antara 2.75 kg sampai 3 kg (3.5 liter) dibagikan
kepada fakir miskin, seusai dengan hadist yang diriwatkan dari Ibnu Umar ra
tersebut diatas dan harus disertai dengan niat.
B. Syarat-syarat yang berkenaan
dengan harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Yang pertama ialah Kepemilikan
harta tersebut secara penuh.(tidak ada campur tangan orang lain).
Maksudnya ialah , penguasaan
seseorang terhadap sebuah harta kekayaan secara sempurna, sehingga
bisa menggunakannya secara khusus(di gunakan secara seenaknya ). Atau harta
benda itu milik individu dan tidak berkaitan dengan hak orang lain(personal).
Karena Allah Ta’ala mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada
pemiliknya. sebagaimana firman Allah Ta’ala:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah:
103).
Karena itulah zakat tidak
diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i
(harta yang diperoleh dari orang kafir tanpa perang), ghanimah (harta rampasan
perang), aset negara, kepemilikan umum, dan wakaf khairi.
kepada pemiliknya yang
sah(pemilik awal). Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia wajib menyalurkan
semua hartanya untuk kepentingan kaum muslimin(islam,), tanpa ada satu pun niat
bersedekah atau mengharap pahala darinyaAllah SWT. Karena Allah SWT adalah Dzat
yang Maha baik, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ
اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ
إِلاَّ طَيِّبًا
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan
tidak menerima kecuali yang baik-baik saja (dari amalan para hamba-Nya, pent).”
(HR. Muslim II/703 no.1015).
Sedangkan persoalan utang
piutang, yang masih ada harapan untuk kembali, maka pemilik
harta tersebut harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika
iatidak ada harapan kembali, karena orang yang berhutang mengalami kesulitan
dalam pelunasan hutangnya atau karena sebab lainnya, maka pemilik piutang
hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu dikembalikan dan hanya zakat
untuk satu tahun saja meskipun telah lewat beberapa tahun. (Lihat Dalil
Al-Irsyaadaat Li Hisab Zakati Asy-Syarikaat, hal.24).
Yang kedua ialah
Termasuk harta yang berkembang.
Maksudnya, ialah semua harta yang
wajib dikeluarkan zakatnya harus berupa harta yang berkembang aktif, atau
siap unutk berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan dan
manfaat kepada pemiliknya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda:
لَيْسَ
عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلاَ
فَرَسِهِ
“Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan
zakat pada budak dan kudanya.” (HR. Bukhari II/532
Serta yang terahkir
ialah Nishob harta itu sudah lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya.
Yang dimaksud kebutuhan pokok di
ialah suatu kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mengalami
kesulitan, kebinasaan atau bahkan kematian. Seperti makan, minum, pakaian,
tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar hutang. Jika ia memiliki
harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak wajib zakat. Seperti
yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
وَيَسْأَلُونَكَ
مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (QS. Al-Baqarah:
219).
Yang dimaksud Al-afwu dalam ayat
di atas adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang ditafsirkan
oleh Ibnu Abbas dan kebanyakan ulama tafsir. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada
ayat tersebut). Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi
tanggung jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai. Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ
الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ
ظَهْرِ غِنًى
“Sebaik-baik sedekah (zakat) ialah yang
dikeluarkan dari apa yang telah melebihi kebutuhan pokok.” (HR. Bukhari II/518
no. 1360, dan Muslim II/717 no.1034.
Dalam hal ini para ulama telah
sepakat bahwa apabila hutangnya tidak mengurangi nishob, maka ia berkewajiban
mengeluarkan zakat pada semua harta kekayaannya yang telah mencapai nishob,
baik emas, perak, perdagangan, hewan ternak maupun hasil pertanian.
Adapun jika hutangnya
menggugurkan atau mengurangi nishob, maka telah terjadi silang pendapat diantara
mereka. Namun pendapat yang nampak rajih (kuat) menurut kami adalah pendapat
yang menyatakan bahwa hutang tidak menghalangi seseorang dari kewajibannya
mengeluarkan zakat. Ini adalah pendapat imam Syafi’i (pendapat terakhir
beliau), sebagian ulama pengikut madzhab Syafi’i, imam Ahmad (dalam satu
pendapat beliau), madzhab zhahiri, dan merupakan pendapat yang dipegangi oleh
syaikh Abdul Aziz bin Baz dan syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Di antara
alasan-alasan mereka adalah sebagai berikut:
(1) Keumuman dalil-dalil yang
mewajibkan zakat pada harta, diantaranya firman Allah Ta’la:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
(2) Tidak ada satu dalil pun dari
Al-Qur’an, As-Sunnah maupun Ijma’ para ulama yang menggugurkan kewajiban zakat
pada harta yang diperoleh dari hutang.
(3) Tidak ada satu riwayat pun
yang menunjukkan bahwa para amil zakat di zaman Nabi yang bertugas memungut
zakat bertanya kepada pemilik harta yang telah mencapai nishob, apakah ia
mempunyai hutang atau tidak. Demikian pula Nabi tidak pernah memerintahkan
mereka agar menanyakan hal itu, padahal kebanyakan para petani di zaman itu
terbiasa berhutang (pinjam modal) dalam tempo satu atau dua tahun.
(4) Bahwa zakat merupakan
kewajiban pada harta, sebagaimana dalam wasiat Nabi kepada
Untuk lebih jelasnya mengenai blog ini silahkan KLIK DISINI